Chemistry for better life ....

Tuesday 1 February 2011

Protein Fluorescent Hijau (GFP)

Protein fluoresen hijau (GFP) pertama kali ditemukan sebagai pengotor aequorin, suatu protein kemiluminesen dari ikan jelly Aequorea jellyfish oleh kelompok peneliti Shimomura di Jepang. Shimomura mendeskripsikan GFP sebagai protein yang terlihat kehijauan pada cahaya matahari, kekuningan pada cahaya lampu tungsten, dan warna kuning terang pada cahaya UV.

GFP merupakan protein yang tersusun atas 238 asam amino, yang tersusun dalam bentuk helik mirip keranjang, dengan 3 asam amino yang tersusun secara melingkar menyebabkan adanya fluororesensi. Struktur primer dari GFP ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1: Struktur Primer dari GFP

Kromofor pada GFP berupa p-hidroksibenzilidenimidazolinon yang dibentuk oleh residu 65, 66, dan 67, yaitu residu serin, tirosin, dan glisin. Pembentukan kromofor tersebut melalui beberapa tahap. Tahap pertama berupa pelipatan rantai peptida sehingga membentuk konformasi paling stabil dari GFP. Kedua, pembentukan imidazolinon melalui serangan nukleofilik gugus amida residu Gly67 pada gugus karbonil residu ke-65. Ketiga, dehidrasi. Keempat, molekul oksigen mendehidrogenasi ikatan a-b pada residu ke-66 sehingga menyebabkan konjugasi gugus aromatiknya pada imidazolinon. Reaksi tersebut melepaskan produk samping berupa hidrogen peroksida (Gambar 2).
Gambar 2: Pembentukan Kromofor pada GFP

Struktur sekunder dan tersier dari GFP menunjukkan bahwa protein tersebut membentuk 11 pita yang menyusun suatu b-barrel. Pada bagian tengah struktur b-barrel tersebut, terdapat suatu a-heliks. Sebagian besar residu asam amino digunakan untuk membentuk b-barrel dan bagian ujung a-heliks tersebut, sedangkan kromofor terdapat pada bagian tengah a-heliks (Gambar 2.3). Struktur kuartener dari GFP menunjukkan bahwa protein ini membentuk homodimer. Dimerisasi terjadi melalui interaksi hidrofobik dan interaksi hidrofilik. Interaksi hidrofobik meliputi residu Ala206, Leu221, and Phe223. Interaksi hidrofilik melibatkan Tyr39, Glu142, Asn 144, Ser147, Asn149, Tyr151, Arg168, Asn170, Glu172, Tyr200, Ser202, Gln204, dan Ser208.
Gambar 3: Struktur Sekunder dan Tersier GFP

GFP menyerap panjang gelombang maksumum 384 nm pada kondisi asam atau netral, sedangkan pada pH di atas 8,1 panjang gelombang maksimum mengalami pergeseran merah menjadi 448 nm. GFP yang terdenaturasi atau fragment polipeptida yang mengandung kromofor tidak dapat berfluoresensi, karena kromofor tidak terlindungi dari quenching oleh kontak dengan air, oksigen, atau terjadi isomerasi (Tsien, 1998).

GFP protein secara alami dihasilkan oleh coelenterata, yaitu dari famili hydrozoa, seperti Aequeorea, Obelia, dan Phialidium serta famili anthozoa, seperti Renilia. Beberapa spesies lain juga menghasilkan protein yang mengalami fluoresensi, tetapi kromofor pada protein tersebut berupa kofaktor eksternal. Sebagai contoh, phycobiliprotein dan peridin-chlorofil-a yang berfluoresensi menggunakan kofaktor berupa tetrapirol. Insersi kofaktor secara tepat pada apoprotein tidak dapat dilakukan pada organisme asing, sehingga protein fluoresensi tersebut tidak dapat digunakan dalam rekayasa genetik.

Tsien, R.T., 1998, The Green Fluorescent Protein, Annu. Rev. Biochem., 67:509–44.

No comments:

Kampoenk lain