Chemistry for better life ....

Sunday, 30 January 2011

Detektor Ion Scintillator (Scintillation Counter 1)

Salah satu jenis detetktor untuk spekrometri massa adalah scintillation counter. Scintillation counter merupakan detektor yang mengubah sinyal berupa tumbukan ion menjadi berkas sinar yang dapat diukur. Proses pengubahan sinyal tumbukan ion menjadi berkas sinar yang dapat diukur melibatkan suatu zat yang disebut scintillator. Scintillator menghasilkan berkas sinar atau foton yang mampu dideteksi oleh fotomultiplier. Detektor scintillation counter pada spektrometri massa selalu mengandung kedua komponen tersebut, yaitu: scintilator dan fotomultiplier.

Secara umum, scintilator terbagi atas dua jenis, yaitu: scintilator anorganik dan scintillator organik. Kedua jenis scintillator tersebut bekerja berdasarkan prinsip yang berbeda. Jenis-jenis scintillator dirangkum pada Gambar 1 (D’ambrossio, 2005).
Gambar 1: Jenis-Jenis Scintillator



Scintilator kristal anorganik bekerja berdasarkan struktur kisi kristal. Pada kisi kristal NaI, CsI, atau BaF2, elektron hanya diperbolehkan berada pada pita-pita energi tertentu. Antara satu pita energi dengan pita energi lainnya terdapat pita terlarang atau gap. Elektron tidak boleh berada pada pita gap. Penyerapan energi dapat menyebabkan elektron berpindah dari suatu pita valensi menuju pita konduksi yang berada pada tingkat energi lebih tinggi. Pada kristal murni, elektron yang tereksitasi akan kembali menuju pita valensi melepaskan sejumlah energi dalam bentuk foton. Energi yang dilepaskan sama seperti energi yang diserap, biasanya berada dalam rentang energi diatas sinar tampa sehingga kurang dapat dideteksi. Penambahan senyawa pengotor atau aktivator pada kisi kristal seperti Tl dapat merubah struktur energi kristal pada lokasi tertentu di kisi kristal (Gambar 2). Adanya aktivator tersebut menyebabkan energi yang dipancarkan berada dalam panjang gelombang yang lebih panjang sehingga lebih sesuai pada pengukuran dalam cahaya tampak.

Gambar 2: Struktur Energi pada Scintilator Kristal Anorganik

Gas mulia cair juga dapat digunakan sebagai scintilator. Adanya tumbukan ion dapat menyebabkan gas mulia cair tersebut mengalami ionisasi atau eksitasi. Ionisasi menyebabkan terbentuknya ion gas mulia (A+), sedangkan eksitasi menyebabkan terbentuknya atom tereksitasi (A*). Atom dan ion yang tidak stabil tersebut dapat bertumbukan dengan atom gas mulia lain yang ada di sekitarnya sehingga membentuk molekul diatomik tereksitasi dan terionisasi, secara berturut-turut. Molekul terinonisasi dapat menangkap eletron sehingga membbentuk suatu molekul tereksitasi. Molekul tereksitasi ini dapat terdesosiasi kembali menjadi atom gas mulia. Desosiasi molekul tereksitasi menjadi atom-atom melepaskan sejumlah energi dalam bentuk berkas sinar. Panjang gelombang berkas sinar yang dihasilkan tergantung pada jenis gas mulia yang digunakan (Gambar 3) (D’ambrossio, 2005).

Gambar 3: Prinsip Kerja Scintillator Gas Mulia Cair


Scintilator organik bekerja dengan cara yang berbeda, yaitu melalui peristiwa fluoresensi dan fosforesensi molekul tunggal pada scintilator kristal organik atau fluoresensi berangkai pada scintilator cair dan scintilator plastik. Pada scintilator kristal organik hanya digunakan satu senyawa murni seperti antrasena, naftalena, atau p-terfenil. Pada scintilator cair dan plastik digunakan campuran yang terdiri dari suatu pelarut yang dapat mengalami fluoresesai dan zat terlarut berupa senyawa fluoresen sekunder dan tersier. Adapun pelarut dan terlarut dalam scintillation cair dan plastik diberikan pada Tabel 1 (Joram, 2002).


Tabel 1: Pelarut dan Terlarut dalam Scintilator Cair dan Plastik

Scintilator plastik bekerja melalui fluoresensi berturutan yang terjadi pada pelarut, senyawa fluoresen sekunder dan tersier. Elektron atau ion bermuatan menumbuk permukaan scintillator. Sebagian energi kinetik dari ion atau elektron tersebut diserap oleh molekul pelarut seperti polistirene. Polistiren mengalami fluoresensi. Polistiren mengemisi foton pada panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang serapan senyawa fluoresen sekunder. Senyawa fluoresen sekunder mengalami fluoresensi dan menginduksi fluoresensi senyawa tersier. Berkas sinar yang dipancarkan oleh scintilator adalah spektra emisi senyawa fluoresen tersier (Gambar 4).

Gambar 4: Fluoresensi Berurutan Scintillator Plastik

Diantara beberapa jenis scintillator tersebut, scintillator plastik yang digunakan dalam detektor spektrometer massa. Hal tersebut disebabkan pada scintillator plastik selisih waktu antara tumbukan ion dan berkas sinar yang dihasilkan relatif singkat. Selain itu penanganan scintillator plastik pada detektor spektrometer massa relatif mudah (D'ambrossio, 2005).

D’Ambrosio, C., 2005, A short Overview on Scintillators, CERN Academic Training Programme 2004/2005, Genewa.
Joram,C., 2002, Particle Detector,CERN Summer Student Lectures

No comments:

Kampoenk lain