Chemistry for better life ....

Monday, 12 January 2009

Dokter-Dokter Indonesia ???


Tiga hari berdiam di rumah sakit sebagai orang sehat, bukan pengalaman yang menyenangkan. Namun, di balik itu, ada berbagai pelajaran menarik tentang kehidupan.

Mata pelajaran yang yang dapat diperoleh yaitu “Seperti Inikah Dokter Indonesia”. Pelajaran ini disampaikan langsung oleh beberapa orang dokter yang bertugas di sebuah rumah sakit terbesar di kota hantu. Salah satu ibukota provinsi di Indonesia.

Pelajran iini dimulai sekitar 1 bulan yang lalu. Ketika itu, Bu Mawar ingin memeriksakan kakinya yang terdapat benjolan sebesar bakso tenis kepada rumah sakit tersebut. Setelah mengantri cukup lama, maklumlah Bu Mawar adalah peserta ASKES, akhirnya Bu Mawar dapat bertemu salah seorang dokter spesialis bedah di rumah sakit tersebut, Dokter Putih. Menurut dokter Putih, benjolan Bu Mawar harus diangkat karena dikhawatirkan memebesar dan nantinya malah akan menyulitkan sang ibu dalam beraktivitas. Dengan berbekal surat sakti rekomendasi dari dokter Putih, Bu Mawar datang kembali ke rumah sakit esok harinya untuk mengurusi berbagai persyaratan operasi.

Urusan operasi tidak pernah jadi hal mudah untuk Bu Mawar. Dengan ada benjolan di kaki yang terkadang menimbulkan nyeri, Bu Mawar terpaksa turun naik rumah sakit. Lantai satu, kemudian ke lantai dua, balik lagi ke lantai satu untuk menggenahkan masalah administrasi. Periksa jantung, ambil antrian kamar operasi, ke bidang anastesi, cek organ jantung dan berbagai pemeriksaa rutin lain yang manfaatnya tidak pernah dijelaskan kepada pasien yang menjalaninya. Pe\gurusan ini menjadi semakin sulit karena di setiap bagian rumah sakit, pihak yang berwenang, terutama dokter-dokter yang bertugas sedang tidak siap sedia berada di tempatnya. Entah kemana dokter-dokter tersebut. Mungkin ada job lain atau bagaimana, masih tidak terjelaskan.

Bu Mawar tetap mengikuti alur administrasi tersebut dengan sabar dan berbesar hati. Akhirnya jadwal operasi tersebut keluar yaitu pada 5 Januari 2009, sekitar 1 bulan setelah semua persyaratan operasi dapat ia selesaikan. Sungguh ironis memang, seorang pasien harus menunggu operasi hingga 1 bulan. Untungnya benjolan yang ada di kaki Bu Mawar bukan tumor ganas, pertumbuhannya cukup lambat. Tapi bagaimana jika ada pasien lain dengan penyakit yang lebih serius, seperti kanker payudara, yang jika menunggu, sama saja dengan mempercepat usia pasien. Pihak rumah sakit berdalih bahwa ruangan operasi yang ada sangat terbatas. Saat ini rumah sakit tersebut hanya memiliki 9 buah ruang operasi. Jadi untuk memenuhi semua permintaan warga kota hantu yang ingin melakukan operasi masih belum memadai.

Kisah si Ibu ternyata masih belum selesai. Sebulan kemudian, tibalah waktunya operasi dilakukan. Bu Mawar sudah pasang badan sejak tanggal 5 Januari 2009. Malam harinya Bu Mawar diminta untuk tidak makan dan minum karena besok operasi akan dilaksanakan. Namun, jadwal operasi apakah pagi, siang atau sore masih belum dapat dipastikan. Ternyata kesokan harinya, sekitar pukul 09.00, seorang perawat datang menghampiri Bu Mawar dan menginformasikan bahwa Dokter Putih yang akan mengoperasi, saat itu sedang berada di Kota Bandung dan tidak dapat datang tepat pada waktunya. Padahal operasi ini telah dijadwalkan sejak satu bulan yang lalu dan nama dokter telah dengan jelas tertera dalam jadwal. Dan pihak rumah sakit pun tidak berinisiatif untuk mengadakan penggantian dokter bedah. Mengganti dokter Putih dengan dokter lain yang lebih profesional yang siap di tempat. Kebijakan yang diambil rumah adalah penjadwalan ulang operasi yaitu pada 5 hari kemudian. Semoga saja, benjolan Bu Mawar tidak membesar dan membahayakan nyawanya.

Lain halnya dengan Bu Mawar, Mak Melati juga mendapatkan pelajaran berharga. Mak Melati masuk rumah sakit telah beberapa hari. Ada masalah pada saluran pencernaannya yang menyebabkan perutnya harus mulas setiap malam dan memnimbulkan penderitaan padanya. Untung saja ada seorang dokter ahli penyakit dalam yang menanganinya, Dokter Merah namanya. Dokter ini cukup terkenal. Konon kabarnya, ia satu-satunya dokter penyakit dalam yang ada di Kota Hantu. Karena merupakan satu-satunya dokter penyakit dalam, aktivitasnya sangat sibuk untuk menangani semua pasien rumah sakit yang mengalami penyakit dalam.

Pernah suatu hari, setelah lama tidak kelihatan, ia masuk ke ruangan tempat Mak Melati dirawat. Dengan gaya khas dokter, yaitu memeriksa dengan stetoskop pada bagian dada dan perut, Dokter Merah mendatangi Mak Melati. Dokter Merah tidak banyak berbicara, mungkin ia pemegang prinsip ’no talk, just action’. Setelah memeriksa, Dokter Merah langsung keluar ruangan dan menghilang entah kemana. Mak Melati hanya dapat bengong tidak mengerti. Belum sempat mulutnya mengeluarkan kata-kata, untuk mengeluhkan rasa sakit yang selama ini ia derita.

Apa yang terjadi sangat mengherankan. Sulit dicarikan alasan dari perlakukan Dokter Merah tersebut. Memang ia sangat sibuk dan pasti banyak pasien yang menunggunya, tapi apakah 2-3 menit waktunya tidak dapat diluangakan untuk bercakap-cakap dengan pasiennya, memperoleh informasi mengenai apa yang dirasakan oleh Mak Melati dan dapat dijadikan bahan pertimbangannya dalam memberikan obat atau tindakan perawatan khusus. Atau mungkin hanya sekedar basa-basi yang mungkin dapat memotivasi Mak Melati untuk cepat sebuh.

Beberapa cerita di atas merupakan sebuah wujud ketidakprofesionalan yang banyak ditemukan dalam wajah-wajah dokter Indonesia. Harapan kita bersama bahwa wajah tersebut dapat semakin indah di kemudian hari. Sehingga rumah sakit tidak lagi jadi tempat yang tidak menyengkan, akan tetapi menyediakan berbagai suka ketika sakit.


Rizmahardian A. Kurniawan

No comments:

Kampoenk lain