Chemistry for better life ....

Wednesday 4 March 2009

Analisis Kalsium dalam Makanan (part 1)

Analisis kalsium dalm sutu sampel makanan biasanya diawali dengan tahap pengabuan. Pengabuan bertujuan untuk mendestruksi senyawa organik yang ada dalam bahan makanan. Ada dua metode umum umum untuk mendestruksi sampel yaitu, metode wet ashing dan metode dry ashing.

Metode wet ashing
Metode wet ashing ini biasanya jarang digunakan untuk analisis kalsium, namun lebih dipilh untu penentuan arsenik, merkuri, atau timah. Pada metode ini digunakan asam pekat untuk mendestruksi sampel organik. Asam pekat yang dapat digunakan antara lain asam sulfat, asam nitrat, asam perklorat, atau hidrogen peroksida. Penggunaan hanya satu jenis asam dapat dilkukan, akan tetapi lebih baik jika mnggunakan campuran asam. Misalnya, asam sulfat dan asam nitrat. Jika asam sulfat digunakan sendirian maka destruksi akan berjalan lambat. Sedangkan jika hanya menggunakan asam nitrat, maka sebelum semua material organik terdestruksi, asam nitrat telah habis teruapkan. Untuk itu biasanya digunakan campuran kedua asam ini. Beberapa campuran lain misalnya campuran asam perklorat-asam nitrat, campuran asam sulfat-hidrogen peroksida.
Prosedur (Jacobs, 1973) :
Sampel kira-kira 100-200 gr ditimbng dan dihaluskan. Asama nitrat ditambahkan sebanyak 50 mL dan secara perlahan ditambahkan 20 mL asam sulfat. Campuran dipanaskan hingga uap yang terbentuk hilang. Setelah itu asam nitrat ditambahkan sedikit untuk memastikan semua bahan organik telah hancur. Indikasinya dapat dilihat dengan tidak adanya penambahan kepekatan larutan yang terbntuk karena adanya uap. Setelah dingin, larutan diencerkan dengan menambahkan 75 mL air adan 25 mL amonium oksalat. Larutan diuapkan kembali hingga uap SO3 yang terbentuk hilang. Setelah dingin larutan diencerkan hingga tepat 500 mL.

Metode dry ashing

Metode dry ashing ini lebih umum digunakan dalam analisis kalsium, namun pengerjaannya memakan waktu lebih panjang dibanding metode wet ashing. Pada metode dry ashing sampel ditempatkan dam sebuah wadah tahan panas. Bahan organik dipanaskan dan dibakar tanpa nyala api selama selang waktu tertentu hingga diperoleh berat yang konstan. Residu yang terbentuk disebut abu dan harus bebas dari karbon. Residu tersebut kemudian di dinginkan dalam desikator dan abu yang terbentuk ditimbang. Untuk mempercpat proses pengabuan, penambahan sedikit etanol aatu gliserol sangat disarankan. Akselerasi pengabuan juga dapat dilakukan dengan mnambahkan oksidator-oksidator kuat seperti hidrogen peroksida. Amonium karbonat juga dapat digunakan sebagai larutan pembantu.

Prosedur (Jacobs, 1973) :
Sebanyak 5-200 gr sampel ditempatkan dalam cawan porselen kemudian ditambahkan lrutan pembantu. Larutan pembantu dibuat dengan melarutkan 40 gr Al(NO3)3 .9H2O dan 20 gram Ca(NO3)2 dalam 100 mL air. Sampel tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada 100°C. Sampel yang telah kering kemudian dipijarkan pada tanur dengan suhu tidak lebih dari 450°C. Jika lebih maka timbal yang ada akan ikut menguap. Pemijaran dilakukan selama 1 malam. Setelah itu sampel dikeringkan dalam desikator. Abu yang diperoleh ditimbang.

Jacobs, M.B., 1973, The Chemical Analysis of Foods and Food Products, 3rd Ed., Roberte Krieger Publishing, New York.


No comments:

Kampoenk lain